DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang
:
a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang
berintikan kebenanaran dan keadilan;
b. bahwa untuk
menjamin, kepastian, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang
bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatan tertentu;
c. bahwa notaris
merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum
kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum;
d. bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan
makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat;
e. bahwa Reglement op Het Notaris Ambt in
Indonesia (Stb.1860:3) yang mengatur mengenai jabatan dan kebutuhan masyarakat;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris;
Mengingat : Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN
PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN
:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG JABATAN NOTARIS
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam
Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Notaris adalah pejabat umum
yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini.
2. Pejabat Sementara Notarisadalah
sorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan
Notaris yang meninggaldunia, diberhentikan, atau diberhentikan sementara.
3. Notaris Pengganti adalah
seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan
Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan
jabatannya sebagai Notaris.
4. Notaris pengganti Khusus adalah
seorang yang diangkat sebagai Notaris khusus untuk membuat akta tertentu
sebagaimana disebutkan dalam surat penetapannya sebagai Notaris karena di dalam
satu daerah kabupaten atau kota terdapat hanya seorang Notaris, sedangkan
Notaris yang bersangkutan menurut ketentuan Undang-Undang ini tidak boleh
membuat akta di maksud.
5. Organisasi Notaris adalah
organisasi profesi jabatan motaris yang berbentuk perkumpulan yang berbadan
hukum.
6. Majelis Pengawas adalah suatu
badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan
pengawasan terhadap Notaris.
7. Akta Notaris adalah akta
otentik yang dibuat oleh atau di hadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara
yang di tetapkan dalam undang-undang ini.
8.
Minuta Akta adalah asli Akta
Notaris.
9. Salinan Akta adalah salinan
demi kata dari seluruh akta dan pada bagian bawah salinan akta tercantum frasa
“di berikan sebagai salinan yang sama bunyinya”.
10.
Kutipan Akta adalah kutipan
kata demi kata dari satu atau beberapa bagian dari akta dan pada bagian bawah
kutipan akta tercantum frase “diberikan sebagai kutipan”.
11. Grosse Akta adalah salah satu
salinan akta untuk pengakuan utang dengan kepala akta “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
12.
Formasi Jabatan Notaris adalah
penentuan jumlah Notaris yang dibutuhkan pada suatu wilayah jabatan Notaris.
13.
Protokol Notaris adalah
kumpulan dokumen yang merupakan arsip negara yang harus disimpan dan dipelihara
oleh Notaris.
14.
Menteri adalah menteri yang
bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang kenotariatan.
BAB II
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN NOTARIS
Bagian Pertama
Pengangkatan
Pasal 2
Notaris diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri.
Pasal 3
Syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa;
c. berumur paling sedikit 27
(duapuluh tujuh) tahun;
d. sehat jasmani dan rohani;
e. berijazah sarjana Hukum dan
lulusan jenjang stara dua kenotariatan;
f. telah menjalani magang atau
nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan Notaris dalam waktu 12 (duabelas)
bulan berturut-berturut pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas
rekomondasi Organisasi Notaris setelah lulus srata dua kenotariatan; dan
g. tidak berstatus sebagai pegawai
negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak sedang memangku jabatan lain yang
oleh undang-undang dilarang untuk dirangkap dengan jabatan Notaris.
Pasal 4
(1) Sebelum menjalankan jabatannya,
Notaris wajib mengucapkan sumpah/janji menurut agamanya dihadapanMenteri
ataupejabat yang ditunjuk.
(2)
Sumpah/janji sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
“Saya bersumpah/berjanji :
-bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang tentang Jabatan Notaris serta peraturan perundang-undangan
lainnya.
-bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan
amanah, jujur, saksama, mandiri, dan tidak berpihak.
-bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya,
dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik profesi,
kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai Notaris.
-bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan
yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
-bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan
ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun,
tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.”
Pasal 5
Pengucapan
sumpah/janji jabatan Notaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan dalam
waktu paling lambat 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal keputusan
pengangkatan sebagai Notaris.
Pasal 6
Dalam hal
pengucapan sumpah/janji tidak dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5, keputusan pengangkatan Notaris dapat dibatalkan oleh Menteri.
Pasal 7
Dalam jangka
waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal pengambilan sumpah/janji jabatan Notaris yang bersangkutan wajib :
a.
menyampaikan jabatannya dengan
nyata;
b.
menyampaikan berita acara
sumpah/janji jabatan Notaris kepada Menteri, Organisasi Notaris, dan Majelis
Pengawas Daerah; dan
c.
menyampaikan alamat kantor,
contoh tanda tangan, dan paraf, serta teraan cap/stempel jabatan Notaris
berwarna merah kepada Menteri dan pejabat lain yang bertanggung jawab di
bidang agraria/pertanahan, Organisasi
Notaris, ketua pengadilan negeri, Majelis Pengawas daerah, serta bupati atau
walikota di tempat Notaris diangkat.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 8
(1)
Notaris berhenti atau
diberhentikan dari jabatannta dengan hormat karena:
a.
meninggal dunia;
b.
telah berumur 65 (enam puluh
lima ) tahun;
c.
permintaan sendiri;
d.
tidak mampu secara rohani
dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan Notaris secara terus menerus
lebih dari 3 (tiga) tahun; atau
e.
merangkap
jabatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf g.
(2)
Ketentuan umur sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
diperpanjang samapai berumur 67 ( enam puluh tujuh ) tahun dengan mempertimbangkan
kesehatan yang bersangkutan.
Pasal 9
(1)
Notaris diberhentikan sementara
dari jabatanya karena:
a.
dalam proses pailit atau
penundaan kewajiban pembayaran utang;
b.
berada di bawah pengampuan;
c.
melakukan perbuatan
tercela;atau
d.
melakukan pelanggaran terhadap
kewajiban dan larangan jabatan
(2) Sebelum
pemberhentian sementara sebagaimana di maksud pada ayat (1) dilakukan, Notaris
diberi kesempatan untuk membela diri di hadapan Majelis Pengawas secara
berjenjang.
(3)
Pemberhentian sementara Notaris
sebagaimana di maksud pada ayat (2) dilakukan oleh Menteri atas usul Majelis
Pengawas Pusat.
(4)
Pemberhentian
sementara berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
huruf d berlaku paling lama 6 (enam) bulan.
Pasal 10
(1) Notaris yang di berhentikan sementara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf a atau huruf b dapat di
angkat kembali menjadi Notaris oleh Menteri setelah dipulihkan haknya.
(2)
Notaris yang di berhentikan
sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c atau huruf d dapat
di angkat kembali menjadi Notais oleh Menteri setelah mamberhentikan sementara
berakhir.
Pasal 11
(1)
Notaris yang diangkat menjadi
pejabat negara wajib mengambil cuti.
(2)
Cuti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berlaku selama Notaris memangku jabatan sebagai pejabat negara.
(3)
Notaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) wajib menunjuk Notarus Pengganti.
(4)
Apabila Notaris tidak menunjuk
Notaris Pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Majelis Pengawas Daerah
menunjuk Notaris lain, untuk menerima
Protokol Notaris yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Notaris yang
diangkat menjadi pejabat negara.
(5)
Notaris yang ditunjuk
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan pemegang sementara Protokol
Notaris.
(6)
Notaris yang tidak lagi
menjabat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
menjalankan kembali jabatan Notaris dan Protokol Notaris sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) diserahkan kembali kepadanya.
Pasal 12
Notaris
diberikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri atas usul Majelis
Pengawas Pusat apabila :
a.
dinyatakan pailit berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b.
berada dibawah pengampuan
secara terus menerus lebih daro 3 (tiga) tahun;
c.
melakukan perbuatan yang
merendah kehormatan dan martabat jabatan Notaris; atau
d.
melakukan pelanggaran berat
terhadap kewajiban dan larangan jabatan.
Pasal 13
Notaris
diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena dijatuhi pidana penjara
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
Pasal 14
Ketentuan lebih
lanjut mengenai syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 8, Pasal 9, pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan
Pasal 13 diatur dalam Peraturan Menteri.
BAB III
KEWENANGAN, KEWAJIBAN, DAN LARANGAN
Bagian Pertama
Kewenangan
Pasal 15
(1)
Notaris berwenang membuat akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang
berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal
pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta,
semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh
undang-undang.
(2)
Notaris berwenang pula :
a.
mengesahkan tanda tangan dan
menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
b.
membukukan surat-surat dibawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c.
membuat kopi dari asli
surat-surat dibawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana
ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d.
melakukan pengesahan kecocokan
fotokopi dengan durat aslinya;
e.
memberikan
penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta;
f. membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan akta; atau
g.
membuat akta risalah lelang.
(3)
Selain kewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 16
(1)
Dalam menjalankan jabatannya,
Notaris berkewajiban :
a. bertindak jujur, seksama,
mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam
perbuatan hukum;
b.
membuat akta dalam bentuk
Minita Akta dan menyimpan sebagai bagian dari Protokol Notaris;
c.
mengeluarkan Grosse Akta,
Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta;
d.
memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada lasan untuk menolaknya;
e. merahasiakam segala sesuatu
mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperolehguna
pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang
menentukan lain;
f.
menjilid
akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih
dari 50 (limapuluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu
buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat
jumlah Minuta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
g. membuat daftar dari akta proses
terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga;
h. membuat daftar akta yang
berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan;
i.
mengirimkan
daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan
dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya dibidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setipa bulan berukutnya;
j.
mencatat
dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan;
k. mempunyai cap/stempel yang
memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya
dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
l.
membacakan
akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang
saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris;
m. menerima magang calon Notaris.
(2) Menyimpan Minuta Akta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris
mengeluarkan akta dalam bentuk originali.
(3)
Akta originali sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) adalah akta :
a.
pembayaran uang sewa, bunga,
dan pensiun;
b.
penawaran pembayaran tunai;
c.
protes terhadap tidak
dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga;
d.
akta kuasa;
e.
keterangan kepemilikan; atau
f.
akta
lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(4)
Akta originali sebagaimana
dimaksud pada ayat 2 (dua) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap,
ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada
setiap akta tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan berlaku untuk semua”.
(5)
Akta originali yang berisi
kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu)
rangkap.
(6) Bentuk
dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
(7) Pembacaan
akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf I tidak wajib dilakukan, jika
penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca
sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut
dinyatakan dalam penutup akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf
oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(8) Jika
salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf 1 dan ayat (7) tidak
dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai
akta di bawah tangan.
(9)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.
Bagian Ketiga
Larangan
Pasal 17
Notaris dilarang
:
a. menjalankan jabatan di luar
wilayah jabatannya;
b. meninggalkan wilayah jabatannya
lebih dari 7 (tujuh) hari kerja
berturut-turut tanpa alasan yang sah;
c. merangkap sebagai pegawai
negeri;
d. merangkap jabatan sebagai
pejabat negara;
e. merangkap jabatan sebagai
advokat;
f. merangkap jabatan sebagai
pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau
badan usaha swasta;
g. merangkap jabatan sebagai
Pejabat Pembuat Akta tanah di luar wilayah jabatan Notaris;
h. menjadi Notaris Pengganti; atau
i. melakukan pekerjaan lain yang
bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat
mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris.
BAB IV
TEMPAT KEDUDUKAN, FORMASI, DAN WILAYAH JABATAN NOTARIS
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 18
(1)
Notaris mempunyai tempat
kedudukan didaerah kabupaten atau kota .
(2)
Notaris mempunyai wilayah
jabatan meliputi seluruh wilayah provinsi dari tempat kedudukannya.
Pasal 19
(1)
Notaris wajib mempunyai hanya
satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya.
(2)
Notaris
tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan diluar tempat kedudukannya.
Pasal 20
(1)
Notaris dapat menjalankan
jabatannya dalam bentuk perserikatan perdata dengan tetap memperhatikan
kemandirian dan ketidak berpihakan dalam menjalankan jabatannya.
(2)
Bentuk perserikatan perdata
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh para Notaris berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)
Ketentuan
lebih lanjut mengenai persyaratan dalam menjalankan jabatan Notaris sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Formasi Jabatan Notaris
Pasal 21
Menteri
berwenang menentukan Formasi Jabatan Notaris pada daerah sebagaiman dimaksud
dalam pasal 18 ayat (1) dengan mempertimbangkan usul dari Organisasi Notaris.
Pasal 22
(1)
Formasi Jabatan Notaris
ditetapkan berdasarkan :
a.
Kegiatan dunia usaha;
b.
Jumlah penduduk; dan/atau
c.
Rata-rata jumlah atau yang
dibuat oleh dan/atau dihadapan Notaris setiap bulan.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
Formasi Jabatan Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pindah Wilayah Jabatan Notaris
Pasal 23
(1)
Notaris dapat mengajukan
permohonan pindah wilayah jabatan Notaris secara tertulis kepada Menteri
(2)
Syarat pindah wilayah jabatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah setelah 3 (tiga) tahun berturut-turut
melaksanakan tugas jabatan pada daerah kabupaten atau kota tertentu tempat
kedudukan Notaris.
(3)
Permohonan
sebagaiman dimaksud pada ayat (1) diajukan setelah mendapat rekomandasi dari
Organisasi Notaris.
(4)
Waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk cuti yang telah dijalankan
oleh Notaris yang bersangkutan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara permohonan pindah wilayah jabatan Notaris diatur dalam Peraturan
Menteri.
Pasal 24
Dalam keadaan tertentu
atas permohonan Notaris yang bersangkutan, Menteri dapat memindahkan seorang
Notaris dari satu wilayah jabatan ke jabatan wilayah lain.
BAB V
CUTI NOTARIS DAN NOTARIS
PENGGANTI
Bagian Pertama
Cuti Notaris
Pasal 25
(1)
Notaris mempunyai hak cuti.
(2)
Hak cuti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diambil setelah Notaris menjalankan jabatan selama 2 (dua)
tahun.
(3)
Selama menjalankan cuti,
Notaris wajib menunjuk seorang Notaris pengganti.
Pasal 26
(1)
Hak Cuti sebagaimana dimaksud
dalam pasal 25 ayat (1) dapat diambil setiap tahun atau sekaligus untuk
beberapa tahun.
(2)
Setiap pengambilan cuti paling
lama 5 (lima) tahun sudah termasuk perpanjangannya.
(3)
Selama masa jabatan Notaris
jumlah waktu cuti keseluruhan paling lama 12 (duabelas) tahun.
Pasal 27
(1)
Notaris mengajukan permohonan
cuti secara tertulis disertai usulan penunjukan Notaris Pengganti.
(2)
Permohonan cuti sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada yang berwenang, yaitu :
a.
Majelis Pengawas Daerah, dalam
hal jangka waktu cuti tidak lebih dari 6 (enam) bulan;
b.
Majelis Pengawas Wilayah, dalam
hal jangka waktu cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai dengan 1 (satu) tahun;
atau
c.
Majelis Pengawas Pusat, dalam
jangka waktu cuti lebih dari 1 (satu) tahun.
(3)
Permohonan cuti dapat diterima
atau ditolak oleh Pejabat yang berwenang memberikan ijin cuti.
(4) Tembusan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b disampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat.
(5) Tembusan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf c disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah dan Majelis
Pengawas Wilayah.
Pasal 28
Dalam keadan
mendesak, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus dari Notaris
dapat mengajukan permohonan cuti kepada Majelis Pengawas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 ayat (2).
Pasal 29
(1) Surat keterangan ijin cuti
paling sedikit memuat;
a.
nama Notaris;
b.
tanggal mulai dan berakhirnya
cuti; dan
c.
nama Notaris Pengganti disertai
dokumen yang mendukung Notaris Pengganti tersebut sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(2) Tembusan keterang izin cuti
dari Majelis Pengawas Daerah disampaikan kepada Menteri, Majelis Pengawas
Pusat, dan Majelis Pengawas Wilayah.
(3) Tembusan surat keterangan izin
cuti dari Majelis Pengawas Wilayah disampaikan kepada Menteri dan Majelis
Pengawas Pusat.
(4) Tembusan surat keterangan izin
cuti dari Menteri di sampaikan kepada Majelis Pengawas Pusat, Majelis Pengawas
Wilayah, dan Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 30
(1)
Menteri atau pejabat yang
ditunjuk berwenang mengeluarkan sertipikat cuti.
(2)
Sertifikat cuti sebagaimana
dimana dimaksud ayat (1) memuat data pengambilan cuti.
(3) Data pengambilan cuti
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dicatat oleh Majelis Pengawas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2).
(4)
Pada setiap permohonan cuti
dilampirkan sertipikat cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5)
Menteri atau pejabat yang
ditunjuk dapat mengeluarkan duplikat sertifikat cuti atas sertifikar cuti yang
sudah tidak dapat digunakan atau hilang, dengan permohonan Notaris yang
bersangkutan.
Pasal 31
(1)
Permohonan cuti dapat ditolak
oleh pejabat yang berwenang memberikan cuti.
(2)
Penolakan permohonan cuti harus
disertai alasan penolakan.
(3) Penolakan permohonan cuti oleh
Majelis Pengawas Daerah dapat diajukan banding kepada Majelis Pengawas wilayah.
(4) Penolakan permohonan cuti oleh
Majelis Pengawas wilayah dapat diajukan banding kepada Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 32
(1)
Notaris yang menjalankan cuti
wajib menyerahkan Protokol Notaris kepada Notaris Pengganti.
(2)
Notaris Pengganti menyerahkan
kembali Protokol Notaris kepada Notaris setelah cuti berakhir.
(3) Serah terima sebagamana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuatkan berita acara dan disampaikan
kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Bagian Kedua
Notaris Pengganti,Notaris
Pengganti Khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris
Pasal 33
(1) Syarat untuk dapat diangkat
menjadi Notaris Pengganti,Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara
Notaris adalah warga negara indonesia yang berijazah sarjana hukum dan telah
bekerja sebagai karyawan kantor Notaris
paling sedikit 2 (dua) tahun berturut-turut.
(2) Ketentuan
yang berlaku bagi Notaris sebagaimana dimaksud dalam pasal 15, pasal 16,dan
pasal 17 berlaku bagi Notaris Pengganti,Notaris Pengganti Khusus,dan Pejabat
Sementara Notaris, kecuali Undang–Undang ini menentukan lain.
Pasal 34
(1)
Apabila dalam satu wilayah
jabatan hanya terdapat 1 (satu) Notaris, Majelis Pengawas Daerah dapat menunjuk
Notaris Pengganti Khusus yang berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan
pribadi Notaris tersebut atau keluarganya.
(2)
Penunjuk sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak disertai dengan serah terima Protokol Notaris.
(3) Notaris Pengganti Khusus
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diambil sumpah/janji jabatan oleh
Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 35
(1)
Apabila Notaris meninggal
dunia, suami/istri atau keluarga sedarah dalam garis lurus keturunan semenda
dua wajib memberitahukan kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2) Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari
kerja.
(3) Apabila Notaris meninggal dunia
pada saat menjalankan cuti, tugas jabatan Notaris dijalankan oleh Notaris
pengganti sebagai Pejabat Sementara Notaris paling lama 30
(tigapuluh) hari terhitung sejak tanggal Notaris meninggal dunia.
(4) Pejabat Sementara Notaris
menyerahkan Protokol Notaris dari Notaris yang meninggal dunia kepada Majelis
Pengawas Daerah paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal
Notaris meninggal dunia.
(5) Pejabat Sementara Notaris
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dapat membuat akta atas namanya
sendiri dan mempunyai Protokol Notaris.
BAB VI
HONORARIUM
Pasal 36
(1)
Notaris berhak menerima
honorarium atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya.
(2)
Besarnya honorarium yang
diterima oleh Notaris didasarkan pada nilai ekonomis dan nilai sosiologis dari
setiap akta yang dibuatnya.
(3) Nilai ekonomis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditentukan dari objek setiap akta sebagai berikut:
a.
sampai dengan Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah) atau ekuivalen gram emas ketika itu, honorarium yang
diterima paling besar adalah 2,5% (dua koma lima persen);
b.
di atas Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah) sampai dengan Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
honorarium yang diterima paling besar 1,5 % (satu koma lima persen); atau
c.
di atas Rp.1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)
honorarium yang diterima didasarkan pada kesepakatan antara Notaris dengan para
pihak, tetapi tidak melebihi 1 % (satu persen) dari objek yang dibuatkan
aktanya.
(5)
Nilai sosiologis ditentukan
berdasarkanh fungsi sosial dari objek setiap akta dengan honorarium yang
diterima paling besar Rp.5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Pasal 37
Notaris wajib
memberikan jasa hukum dibidang kenotariatan secara Cuma-Cuma kepada orang yang
tidak mampu.
BAB VII
AKTA NOTARIS
Bagian Pertama
Bentuk dan Sifat Akta
Pasal 38
(1)
Setiap akta Notaris terdiri
atas :
a.
awal akta atau kepala akta;
b.
badan akta; dan
c.
akhir atau penutup akta
(2)
Awal akta atau kepala akta
memuat :
a.
judul akta;
b.
nomor akta;
c.
jam, hari, tanggal, bulan, dan
tahun; dan
d.
nama lengkap dan tempat
kedudukan notaris.
(3)
Badan akta memuat :
a.
nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal
para penghadap dan/atau orang yang mereka wakili;
b.
keterangan mengenai kedudukan
bertindak penghadap;
c.
isi akta yang merupakan
kehendak dan keinginan dari pihak yang berkepentingan; dan
d. nama lengkap, tempat dan
tanggal lahir, serta pekerjaan serta jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal
dari tiap-tiap saksi pengenal.
(4)
Akhir atau penutup akta memuat
:
a.
uraian tentang pembacaan akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf I atau pasal 16 ayat (7);
b. uraian tentang penandatanganan
dan tempat penandatanganan atau penerjemahkan akta apabila ada;
c.
nama lengkap, tempat tanggal
lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi
akta; dan
d. uraian tentang tidak adanya
perubahan yang terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya
perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian.
(5)
Akta Notaris Pengganti, Notaris
Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris, selain memuat ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), juga memuat nomor
dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
Pasal 39
(1)
Penghadap harus memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.
paling
sedikit berumur 18 (delapanbelas) tahun atau telah menikah; dan
b.
cakap melakukan dalam perbuatan
hukum.
(2)
Penghadap harus dikenal oleh
Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang
berumur paling sedikit 18 (delapanbelas) tahun atau telah menikah dan cakap
melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.
(3)
Pengenalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dinyatakan secara tegas dalam akta.
Pasal 40
(1)
Setiap akta yang dibacakan oleh
Notaris dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi, kecuali peraturan
perundang-undangan menentukan lain.
(2)
Saksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a.
paling
sedikit berumur 18 (delapanbelas) tahun atau telah menikah;
b.
cakap melakukan perbuatan
hukum;
c.
mengerti bahasa yang digunakan
dalam akta;
d.
dapat membubuhkan tanda tangan
dan paraf; dan
e.
tidak mempunyai hubungan
perkawinan atau hubungan darah dan garis lurus keatas atau kebawah tanpa
pembatasan derajat dan garis kesamping sampai dengan derajat ke tiga dengan Notaris
atau para pihak.
(3)
Saksi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepada Notaris atau
diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.
(4)
Pengenalan atau pernyataan
tentang identitas dan kewenangan saksi dinyatakan secara tegas dalam akta.
Pasal 41
Apabila
ketentuan dalam Pasal 39 dan Pasal 40 tidak dipenuhi, akta tersebut hanya
mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.
Pasal 42
(1)
Akta Notaris dituliskan dengan
jelas dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus-putus dan tidak
menggunakan singkatan.
(2)
Ruang
dan sela kosong dalam akta digaris dengan jelas sebelum akta ditandatangani,
kecuali untuk akta yang dicetak dalam bentuk formulir berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3)
Semua
bilangan untuk menentukan banyaknya atau jumlahnya suatu sesuatu yang disebut
dalam akta, penyebutan tanggal, bulan, dan tahun dinyatakan dengan huruf dan
harus didahului dengan angka.
(4)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat pada (2) tidak berlaku bagi surat kuasa yang
belum menyebutkan nama penerima kuasa.
Pasal 43
(1)
Akta dibuat dalam bahasa
Indonesia.
(2)
Dalam hal penghadap tidak
mengeri bahasa yang digunakan dalam akta, Notaris wajib menerjemahkan atau
menjelaskan isi akta itu dalam bahasa yang dimengerti oleh penghadap.
(3)
Apabila Notaris tidak dapat
menerjemahkan atau menjelaskannya, akta tersebut diterjemahkan atau dijelaskan
oleh seorang penerjemah resmi.
(4)
Akta dapat dibuat dalam bahasa
lain yang dipahami oleh Notaris dan saksi apabila pihak yang berkepentingan menghendaki sepanjang undang
–undang tidak menentukan lain.
(5)
Dalam akta dibuat sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), Notaris wajib menerjemahkannya ke dalam bahasa
indonesia.
Pasal 44
(1)
Segera setelah akta di bacakan,
akta tersebut ditandatangani oleh setiap penghadap, sakai, dan Notaris, kecuali
apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda tangan dengan
menyebutkan alasannya.
(2)
Alasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta.
(3)
Akta sebagaimana dimaksud dalam
pasal 43 ayat (3) ditandatangani oleh penghadap, Notaris,saksi, dan penerjemah
resmi.
(4)
Pembacaan, penerjemahan atau
penjelasan dan penandatangan sebagamana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dan
pasal 43 ayat (2), ayat (3), dan ayat (5) dinyatakan secara tegas pada akhir
Akta.
Pasal 45
(1)
dalam hal penghadap mempunyai
kepentingan hanya pada bagian tertentu dari akta, hanya bagian akta tertentu
tersebut yang dibacakan kepadanya .
(2)
Apabila bagian tertentu
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterjemahkan atau dijelaskan, penghadap
membutuhkan paraf dan tanda tangan pada bagian tersebut.
(3)
Pembacaan, penerjemahan atau
penjelasan, dan penandatangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan secara tegas pada akhir akta.
Pasal 46
(1)
Apabila pada pembuatan
pencatatan harta kekayaan atau berita acara mengenai suatu pembuatan atau peristiwa, terhadap penghadap
yang:
a.
menolak
membubuhkan tanda tangannya; atau
b.
tidak hadir pada penutupan
akta, sedangkan penghadap belum menandatangani akta tersebut, hal tersebut
harus dinyatakan dalam akta dan akta tersebut, hal tersebut harus dinyatakan
dalam akta dan akta tersebut tetap merupakan akta otentik.
(2)
Penolakan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a harus dinyatakan dalam akta dengan mengemukakan alasannya.
Pasal 47
(1)
Surat kuasa otentik atau surat
lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam
bentuk originali atau surat kuasa dibawah tangan wajib dilekatkan pada minuta
akta.
(2)
Surat
kuasa otentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.
(3)
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa
telah dilekatkan pada akta ini yang dibuat dihadapan Notaris yang sama dan hal
tersebut dinyatakan dalam akta.
Pasal 48
(1)
Isi akta akan tidak boleh
diubah atau ditambah, baik berupa penulisan tindih, penyisipan, pencoretan,
atau penghapusan dan penggantinya dengan yang lain.
(2)
Perubahan atas akta berupa
penambahan, penggantian atau pencoretan dalam akta hanya sah apabila perubahan
tersebut diparaf atau diberi tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi, dan
Notaris.
Pasal 49
(1)
Setiap
perubahan atas akta dibuat disisi kiri akta
(2)
Apabila
suatu perubahan tidak dapat dibuat disisi kiri akta, perubahan tersebut dibuat
pada akhir akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan menyisipkan
lembar tambahan.
(3)
Perubahan
yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan
tersebut .
Pasal 50
(1)
apabila dalam akta perlu
dilakukan pencoretan akta, huruf, atau angka, hal tersebut dilakukan demikian
rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum semula, dan
jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta
(2)
Pencoretan sebagaimana dimaksud
pada ayat (10 dinyatakan sah setelah diparaf atau diberi tanda pengesahan lain
oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
(3)
Apabila terjadi perubahan lain
terhadap perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perubahan itu dilakukan
pada sisi akta sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 49.
(4)
Pada penutup setiap akta
dinyatakan jumlah perubahan, pencoretan, dan penambahan.
Pasal 51
(1)
Notaris berwenang untuk
membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta
Akta yang telah ditandatangani.
(2)
Pembetulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan membuat berita acara dan memberikan catatan
tentang hal tersebut pada Minuta Akta asli dengan menyebutkan tanggal dan nomor
akta berita acara pembetulan.
(3)
Salinan akta berita acara
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan kepada para pihak.
Pasal 52
(1)
Notaris tidak diperkenankan
membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai
hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan
darah dalam garis keturunan lurus ke bawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan
derajat, serta dalam garis kesamping sampai dengan derajat ketiga, serta dalam
garius ke samping sampai dengan derajat krtiga, serta menjadi pihak untuk diri
sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku, apabila orang tersebut pada ayat (1) kecuali
Notaris sendiri, menjadi penghadap dalam penjualan dimuka umum, sepanjang
penjualan itu dapat dilakukan dihadapan Notaris, persewaan umum, atau
pemborongan umum, atau menjadi anggota rapar yang risalahnya dibuat oleh
Notaris.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakibat akta hanya mempunyai kekuatan
pembuktian sebagai akta dibawah tangan apabila akta itu ditandatangani oleh
penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk
membayar biaya, ganti rugi, dan buang kepada yang bersangkutan.
Pasal 53
Akta Notaris
tidak boleh memuat penetapan atau ketentuan yang memberikan sesuatu hak
dan/atau keuntungan bagi :
a.
Notaris, istri atau suami
Notaris;
b.
Saksi, istri atau suami saksi;
atau
c.
Orang yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan Notaris atau saksi, baik hubungan darah dalam garis lurus
ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat maupun hubungan perkawinan
sampai dengan derajat ketiga.
Bagian Kedua
Grosse Akta, Salinan akta, dan Kutipan Akta
Pasal 54
Notaris hanya
dapat memberikan, memperlihatkan, atau memberitahukan isi akta, Grosse Akta,
Salinan Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang berkepentingan langsung pada
akta, ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal 55
(1)
Notaris yang mengeluarkan
Grosse Akta membuat catatan pada minuta akta mengenai penerima Grosse Akta dan
tanggal pengeluaran dan catatan tersebut ditandatangani oleh Notaris.
(2)
Grosse Akta pengakuan utang
yang dibuat di hadapan Notaris adalah Salinan Akta yang mempunyai kekuatan
eksekutorial.
(3)
Grosse Akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pada bagian kepala akta memuat frase “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA”, dan bagian akhir atau penutup akta memuat frase
“diberikan sebagai grosse pertama”, dengan menyebutkan nama orang yang
memintanya dan untuk siapa grosse dikeluarkan serta tanggal pengelurannya.
(4)
Grosse Akta kedua dan selanjutnya
hanya dapat diberikan kepada orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54
berdasarkan penetapan pengadilan.
Pasal 56
(1)
Akta originali, Grosse Akta,
Salinan Akta, atau Kutipan Akta yang dikeluarkan oleh Notaris wajib dibubuhi
teraan cap/stempel.
(2)
Teraan cap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus pula dibubuhkan pada salinan surat yang dilekatkan pada
Minuta Akta.
(3)
Surat di bawah tangan yang
disahkan atau dilegalisasi, surat di bawah tangan yang di daftar dan percecekan
fotocopi oleh Notaris wajib diberi teraan cap/stempel serta paraf dan tanda
tangan Notaris.
Pasal 57
Grosse Akta,
Salinan Akta, Kutipan Akta Notaris, atau pengesahan surat di bawah tangan yang
dilekatkan pada akta yang di simpan dalam Protokol Notaris, hanya dapat
dikeluarkan oleh Notaris yang membuatnya, Notaris Pengganti, atau pemegang
Protokol Notaris yang sah.
Bagian Ketiga
Pembuatan, Penyimpanan, dan Penyerahan Protokol
Notaris
Pasal 58
(1)
Notaris membuat daftar akta,
daftar surat di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang
dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang ini.
(2)
Dalam daftar akta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat semua akta yang dibuat
oleh atau di hadapannya, baik dalam bentuk Minuta Akta maupun originali, tanpa
sela-sela kosong, masing-masing dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis
tinta, dengan mencantumkan nomor urut, nomor bualanan, tanggal, sifat akta, dan
nama semua orang yang bertindak baik untuk dirinya sendiri maupun sebagai kuasa
orang lain.
(3)
Akta yang dikeluarkan dalam
bentuk originali yang dibuat dalam rangkap 2 (dua) atau lebih pada saat yang
sama, dicatat dalam daftar dengan satu nomor.
(4)
Setiap halaman dalam daftar
diberi nomor urut dan diparaf oleh Majelis Pengawas daerah, kecuali pada
halaman pertama dan terakhir ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(5)
Pada halaman sebelum halaman
pertama dicantumkan keterangan tentang jumlah halaman daftar akta yang
ditandatangani oleh Majelis Pengawas Daerah.
(6)
Dalam daftar surat di bawah
tangan yang disahkan dan daftar suarat di bawah tangan yang dibukukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Notaris setiap hari mencatat surat di bawah
tangan yang disahkan atau dibukukan, tanpa sela-sela kosong, masing-masing
dalam ruang yang ditutup dengan garis-garis tinta, dengan mencantumkan nomor
urut, tanggal, sifat surat, dan nama semua orang yang bertindak baik untuk
dirinya sendiri maupun sebagai kuasa orang lain.
Pasal 59
(1) Notaris membuat daftar klapper untuk daftar
akta dan daftar surat di bawah tangan yang disahkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58 ayat (1), disusun menurut abjad dan dikerjakan setiap bulan.
(2) Daftar
klapper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat nama semua orang yang
menghadap dengan menyebutkan di belakang tiap-tiap nama, sifat, dan nomor akta,
atau surat yang dicatat dalam daftar akta dan daftar suarat di bawah tangan.
Pasal 60
(1)
Akta yang dibuat oleh atau di
hadapan Notaris Pengganti atau Notaris Pengganti Khusus dicatat dalam daftar
akta.
(2)
Surat di bawah tangan yang disahkan
dan surat di bawah tangan yang dibukukan, dicatat dalam daftar surat dibawah
tangan yang disahkan dan daftar suarat di bawah tangan yang dibukukan.
Pasal
61
(1)
Notaris, secara sendiri atau
melalui kuasanya, menyampaikan secara tertulis salinan yang telah disahkannya
dari daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama
15 (limabelas) hari pada bulan berikutnya kepada Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Apabila dalam waktu 1 (satu)
bulan Notaris tidak membuat akta, Notaris secara sendiri atau melalui kuasanya
menyampaikan hal tersebut secara tertulis kepada Majelis Pengawas daerah dalam
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal 62
Penyerahan
Protokol Notaris dilakukan dalam hal notaris:
a.
Meninggal dunia;
b. Telah berakhir masa jabatannya;
c.
Minta sendiri;
d.
Tidak mampu secara rohani
dan/atau jasmani untuk melaksanakan tugas jabatan sebagai Notaris secara terus
menerus lebih dari 3 (tiga) tahun;
e.
Diangkat menjadi pejabat
negara;
f.
Pindah wilayah jabatan;
g.
Diberhentikan sementara; atau
h.
Diberhentikan dengan tidak
hormat.
Pasal 63
(1) Penyerahan Protokol sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 62 dilakukan paling lama 30 (tigapuluh) hari dengan pembuatan
berita acara penyerahan Protokol Notaris.
(2) Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 62 huruf a, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh ahli waris Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk
oleh Majelis Pengawas Daerah.
(3) Dalam
hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf g, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Majelis
Pengawas Daerah juka pemberhentian sementara lebih dari 3 (tiga) bulan.
(4) Dalam hal terjadi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 62 huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf h, penyerahan Protokol
Notaris dilakukan oleh Notaris kepada Notaris lain yang ditunjuk oleh Menteri
atas usul Majelis Pengawas Daerah.
Pasal 64
(1) Protokol
Notaris dari Notaris yang diangkat menjadi pejabat negara diserahkan kepada
Notaris yang ditunjuk oleh Majelis Pengawas Daerah.
(2)
Notaris pemegang Protokol
Notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang mengeluarkan Grosse Akta,
Salinan Akta, atau Kutipan
Akta.
Pasal 65
Notaris, Notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung
jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpanan Protokol Notaris.
BAB VIII
PENGAMBILAN MINUTA AKTA DAN PEMANGGILAN NOTARIS
Pasal 66
(1)
Untuk kepentingan proses
peradilan, penyedik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis
Pengawas daerah berwenang;
a.
mengambil
fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau
Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan
b.
memanggil Notaris untuk hadir dalam
pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris
yang berada dalam penyimpanan Notaris.
(2). Pengambilan
fotokopi Minuta Akta atau surat-surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a, dibuat berita acara penyerahan.
BAB IX
PENGAWASAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 67
(1)
Pengawasan atas Notaris
dilakukan oleh Menteri
(2)
Dalam
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri membentuk
majelis Pengawas.
(3)
Majelis Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur;
a.
pemerintah sebanyak 3 (tiga)
orang;
b.
organisasi
Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; dan
c.
ahli/akademis sebanyak 3 (tiga)
orang.
(4) Dalam
hal suatu daerah tidak terdapat unsur instansi pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a, keanggotaan dalam majelis Pengawas diisi dari unsur lain
yang ditunjuk oleh Menteri.
(5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris.
(6) Ketentuan
mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berlaku bagi notaris
Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris.
Pasal 68
Majelis Pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (20 terdiri atas :
a.
Majelis Pengawas daerah;
b.
Majelis Pengawas wilayah; dan
c.
Majelis Pengawas Pusat.
Bagian Kedua
Majelis Pengawas daerah
Pasal 69
(1)
Majelis Pengawas daerah
dibentuk di kabupaten atau kota.
(2)
Keanggotaan Majelis Pengawas
daerah terdiri atas unsur-unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Daerah dipilih dari dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4)
Masa jabatan ketua, wakil
ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali.
(5)
Majelis Pengawas Daerah dibantu
oleh seorang sekertaris atau lebih yang ditunjuk dalam rapat majelis Pengawas
Daerah.
Pasal 70
Majelis Pengawas
Daerah berwenang :
a.
menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik notaris atau
pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris;
b.
melakukan pemeriksaan terhadap
Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap
waktu yang dianggap perlu;
c.
memberikan izin cuti untuk
waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;
d.
menetapkan Notaris Pengganti
dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan;
e.
menentukan tempat penyimpanan
Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25
(duapuluh lima) tahun atau lebih;
f.
menunjuk Notaris yang akan
bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai
pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4);
g.
menerima laopran dari
masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau
pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang ini, dan
h.
membuat dan menyampaikan laopran
sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f,
dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 71
Majelis Pengawas
daerah berkewajiban :
a.
mencatat pada buku daftar yang
termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah
akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak
tanggal pemeriksaan terakhir;
b.
membuat berita acara
pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat,
dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan
Majelis Pengawas Pusat;
c.
merahasiakan isi akta dan hasil
pemeriksaan;
d.
menerima salinan yang telah
disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya;
e.
memeriksa laopran masyarakat terhadap
Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas
Wilayah dalam waktu 30 (tigapuluh hari, dengan tembusan kepada pihak yang
melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi
Notaris.
f.
Menyampaikan permohonan banding
terhadap keputusan penolakan cuti.
Bagian Ketiga
Majelis Pengawas wilayah
Pasal 72
(1)
Majelis Pengawas wilayah
dibentuk dan berkedudukan di Ibukota provinsi.
(2)
Keanggotaan Majelis Pengawas
Wilayah terdiri atas unsur segaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua dan wakil Majelis
Pengawas Wilayah dipilih dari dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada ayat
(2).
(4)
Masa jabatan ketua, wakil
ketua, dan anggota Majelis Pengawas Wilayah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali.
(5)
Majelis Pengawas Wilayah
dibantu oleh seorang sekertaris atau lebih yang ditunjuk dalam Rapat Majelis
Pengawas Wilayah.
Pasal 73
(1)
Majelis Pengawas Wilayah
berwenang :
a.
menyelenggarkan sidang untuk
memeriksa dan mengambil atas laporan masyarakat yang disampaikan melalui
Majelis Pengawas Wilayah;
b.
memanggil Notaris terlapor
untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.
memberikan izin cuti lebih dari
6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;
d.
memeriksa dan memutuskan atas
keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris
pelapor;
e.
memberikan
saksi berupa teguran lisan atau tertulis;
f.
mengusulkan
pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa :
(1)
pemberhentian
semantara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau
(2)
pemberhentian
dengan tidak hormat.
g.
membuat
acara atas setiap kumpulan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e
dan huruf f.
(2) Kumpulan
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e bersifat final.
(3) Terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi
sebagaimana simaksud pada ayat (1) huruf e dan huruf f dibuatkan berita acara.
Pasal 74
(1)
Pemeriksaan dalam sidang
Majelis Pengawas Wilayah sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (1) huruf a
bersifat untuk umum,
(2)
Notaris berhak untuk membela
diri dalam pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Wilayah.
Pasal 75
Majelis Pengawas Wilayah berkewajiban :
a.
menyampaikan keputusan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a, huruf c, huruf d, huruf
e, dan huruf f kepada Notaris yang
bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi
Notaris;dan
b.
menyampaikan pengajuan banding
dari Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat terhadap penjatuhan sanksi dan
penolakan cuti.
Bagian Keempat
Majelis Pengawas Pusat
Pasal 76
(1)
Majelis Pengawas Pusat dibentuk
dan berkedudukan di ibukota negara.
(2)
Keanggotaan Majelis Pengawas
Pusat terdiri atas unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3).
(3)
Ketua dan Wakil Ketua Majelis
Pengawas Pusat dipilih dari dan oleh anggota sebagaimana dimaksud pada
ayat (2).
(4)
Masa jabatan ketua, wakil
ketua, dan anggota Majelis Pengawas Pusat adalah 3 ( tiga) tahun dan dapat
diangkat kembali.
(5)
Majelis
Pengawas Pusat dibantu oleh seorang sekretaris atau lebih yang di tunjuk dalam
Rapat Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 77
Majelis Pengawas
Pusat berwenang:
a.
menyelenggarakan
sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap
penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;
b. mengambil Notaris terlapor untuk dilakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a ;
c.
menjatuhkan sanksi
pemberhentian sementara; dan
d.
mengusulkan pemberian sanksi
berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri.
Pasal 78
(1)
Pemeriksaan dalam sidang
Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 77 huruf a bersifat terbuka untuk umum.
(2)
Notaris
berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat.
Pasal 79
Majelis Pengawas
Pusat berkewajiban menyampaikan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77
huruf a kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada
Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta
Organisasi Notaris.
Pasal 80
(1)
Selama
Notaris di berhentikan sementara dari jabatanya, Majelis Pengawas Pusat
mengusulkan seorang pejabat sementara
Notaris kepada Menteri.
(2)
Menteri
menunjuk Notaris yang akan menerima Protokol Notaris dari Notaris yang di berhentikan sementara.
Pasal 81.
Ketentuan lebih
lanjut mengenai tata cara pengangkatan dan pemberhentian anggota, susunan
organisasi dan tata kerja, serta tata cara pemeriksaan Majelis Pengawas diatur
dengan Pengaturan Menteri.
BAB X
ORGANISASI NOTARIS
Pasal 82
(1)
Notaris berhimpun dalam satu
wadah Organisasi Notaris.
(2)
Ketentuan
mengenai tujuan, tugas, wewenang, tata kerja, dan susunan organisasi ditetapkan
dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;
Pasal 83
(1)
Organisasi Notaris menetapkan
dan menegakkan Kode Etik Notaris.
(2)
Organisasi
Notaris memiliki buku daftar anggota dan salinannya disampaikan kepada Menteri
dan Majelis Pengawas.
BAB XI
KETENTUAN SANKSI
Pasal 84
Tindakan
pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal
16 ayat (1) huruf k, Psasal 41, Pasal
44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51,atau Pasal 52 yang mengakibatkan
suatu akta di bawah tangan atau suatu akta menjadi batal demi hukum dapat
menjadi alasan bagi pihak yang menderita kerugian untuk menuntut penggantian
biaya, ganti rugi, dan bunga kepada Notaris.
Pasal 85
Pelanggaran
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Pasal 16 ayat (1) huruf a, Pasal
16 ayat (1) huruf b, Pasal 16 ayat (1) huruf c, Pasal 16 ayat (1) huruf d,
pasal 16 ayat (1) huruf e, Pasal 16 ayat (1) huruf f, Pasal 16 ayat (1) huruf
g, Pasal 16 ayat (1) huruf h, Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16 ayat (1) huruf j, Pasal 16 ayat (1) huruf k, Pasal 17,
Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58, Pasal 59, dan/atau
Pasal 63, dapat dikenai sanksi berupa :
a.
teguran lisan;
b.
teguran tertulis;
c.
pemberhentian sementara;
d.
pemberhentian dengan hormat;
atau
e.
pemberhentian dengan tidak
hormat.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 86
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan
jabatan Notaris tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 87
Notaris yang
telah diangkat pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, dinyatakan sebagai
Notaris sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 88
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, permohonan untuk diangkat menjadi Notaris yang
sudah memenuhi persyaratan secara lengkap dan masih dalam proses penyelesaian,
tetap diproses berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lama.
Pasal 89
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku, Kode Etik Notaris yang sudah ada tetap berlaku
sampai ditetapkan Kode etik Notaris yang harus berdasarkan Undang-Undang ini.
Pasal 90
Lulusan
pendidikan Spesialis Notaris yang belum diangkat sebagai Notaris pada saat
Undang-undang ini mulai berlaku tetap dapat diangkat menjadi Notaris menurut
Undang-Undang ini.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 91
Pada saat
Undang-Undang ini mulai berlaku :
1.
Reglement op Het Notaris Ambt
in Indonesie (Stb 1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam lembaran
Negara Tahun 1945 Nomor 101;
2.
Ordonantie 16 september 1931
tentang Honorarium Notaris;
3.
Undang-Undang Nomor 33 tahun
1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara (Lembaran Negara Tahun
1954 Nomor 101, tambahan Lembaran Negara Nomor 700);
4.
Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang
Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4379); dan
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris,
dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 92
Undang Undang
ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap
orang mengetahuinya, memerintahkan perundangan. Undang-Undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Oktober
2004
PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
Ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESEWO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR
117.
Salinan sesuai dengan aslinya
Deputi Sekertaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan,
ttd
Lambock V. Nahattands
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 30 TAHUN 2004
TENTANG
JABATAN NOTARIS
I UMUM
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang
diberintikan kebenaran dan keadilan.
Kepastian ketertiban, perlindungan hukum menuntut, antara lain,
bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti
yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subyek hukum
dan masyarakat.
Akta otentik sebagai alat bukti terkuat dan terpenuh mempunyai
peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Dalam
berbagai hubungan resmi, kegiatan dibidang perbankan, pertanahan, kegiatan
sosial dan lain-lain, kebutuhan akan pembuktian tertulis berupa akta otentik
makin meningkat sejalan dengan berkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam
berbagai hubungan ekonomi dan sosial, baik pada tingkat nasional, regional,
maupun global, Melalui akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan
kewajiban, menjamin kepastian hukum, dan sekaligus diharapkan pula dapat
dihindari terjadinya sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat
dihindari, dalam proses penyelesaian sangketa tersebut, akta otentik yang
merupakan alat bukti tertulis terkuat dan terpenuh memberi sumbangan nyata bagi
penyelesaian perkara secara murah dan cepat.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat
umum lainnya. Pembuiatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan
Notaris, bukan saja karena diharuskan oleh pertauran perundang-undangan, tetapi
juga karena dikehendaki oleh pihak yang berkepentingan untuk memastikan hak dan
kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum bagi
pihak yang berkentingan sekaligus bagi masyarakat secara keseluruhan.
Akta otentik pada hakikatnya memuat kebenaran formal sesuai dengan
apa yang diberitahukan para pihak kepada Notaris. Namun, Notaris mempunyai
kewajiban untuk memasukkan bahwa apa yang termuat dalam akta Notaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu
dengan cara membacakannya sehingga menjadi jelas isi Akta Notaris, serta
memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap peraturan
perundang-undangan yang terkait bagi para pihak penandatangan akta. Dengan
demikin, para pihak dapat mementukan dengan bebas untuk menyestujui atau tidak
menyetujui isi Akta Notaris yang akan ditandatanganinya.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Jabatan Notaris
yang kini berlaku sebagian besar masih didasarkan pada peraturan
perundang-undangan peninggalan jaman kolonial Hindia Belanda dan sebagian lagi
merupakan peraturan perundangan-undangan nasional, yaitu :
1.
Reglement Op het Notaris Ambt
in indonesie (Stb.1860:3) sebagaimana telah diubah terakhir dalam Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 101;
2.
Ordonantie 16 September 1931
tentang Honorarium Notaris;
3.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun
1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris sementara (Lemabaran Negara Tahun
1954 Nomor 101, Tambahan Lemabaran Negara Nomor 700;
4.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2004 tentang Perubahan Atas Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tamabahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4379); dan
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 11
Tahun 1949 tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.
Berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tersebut sudah
tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, perlu diadakan pembaharuan dan pengaturan kembali secara
menyeluruh dalam satu undang-undang yang mengatur tentang jabatan Notaris
sehingga dapat tercipta suatu unifikasi hukum yang berlaku untuk semua penduduk
diseluruh wilayah negara Republik Indonesia. Dalam rangka mewujudkan unifikasi
hukum dibidang kenotaritan tersebut, dibentuk Undang-Undang tentang Jabatan
Notaris.
Dalam Undang-Undang ini diatur secara rinci tentang jabatan umum
yang dijabat oleh Notaris, sehingga diharapkan bahwa akta otentik yang dibuat
oleh atau dihadapan Notaris mampu menjamin kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hukum. Mengingat Akta Notaris sebagai akta otentik merupakan alat
bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, dalam undang-undang ini diatur
tentang bentuk dan sifat Akta Notaris, serta tentang minuta Akta, Grosse Akta dan Salinan Akta, maupun Kutipan
Akta Notaris.
Sebagai alat bukti tertulis yang terkuat dan terpenuh, apa yang
dinyatakan dalam Akta Notaris harus diterima, kecuali pihak yang berkepentingan
dapat membuktikan hal sebaliknya secara memuaskan dihadapan persidangan
pengadilan. Fungsi Notaris diluar pembuatan akta otentik untuk pertama kalinya
secara konprehensif dalam undangt-undang ini. Demikian pula ketentuan tentang
pengawasan terhadap pelaksanaan Jabatan Notaris dilakukan dengan mengikut
sertakan pihak ahli/akademisi, disamping Departemen yang tugas dan tanggung
jawabnya dibidang kenotariatan serta Organisasi Notaris. Ketentuan ini dimaksud
untuk meningkatkan pelayanan dan perlindungan hukum yang lebih baik masyarakat.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Cukup jelas.
Pasal 3
Huruf a
Cukup
jelas.
Huruf b
Cukup
jelas.
Huruf c
Cukup
jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan “sehat jasmani dan rohani” adalah mampu secara jasmani dan rohani untuk melaksanakan
wewenang dan kewajiban sebagai Notaris.
Huruf e
Cukup
jelas
Huruf f
Yang dimaksud dengan “prakarsa sendiri” adalah bahwa calon notaris
dapat memilih sendiri di kantor yang diinginkan dengan tetap mendapatkan
rekomendasi dari Organisasi Notaris.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “pegawai negeri” dan “pejabat negara” adalah
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan
atas undang-undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
Yang dimaksud dengan “advokat” adalah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2003 tentang Advokat.
Pasal 4
Cukup Jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Ketentuan ini dimaksudkan
untuk mengetahui Notaris yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan
nyata.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Ketidakmampuan secara rohani
dan/atau jasmani secara terus menerus dalam ketentuan ini dibuktikan dengan
surat keterangan dokter ahli.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
“melakukan perbuatan tercela” adalah melakukan perbuatan yang bertentangan
dengan norma agama, norma kesusuliaan, dan norma adat.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “secara berjenjang” dalam
ketentuan ini dimulai dari Majelis Pengawas daerah, Majelis Pengawas Wilayah,
sampai dengan Majelis Pengawas Pusat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari
pertentangan kepentingan karena sebagai Notaris, ia bersifat mandiri dan
berkewajiban tidak berpihak.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas
Pasal 12
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Yang dimaksud dengan
“perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat” misalnya berjudi, mabuk,
menyalahgunakan narkoba, dan berzina.
Huruf d
Yang dimaksud dengan
“pelanggaran berat” adalah tidak memenuhi kewajiban dan melanggar larangan
jabatan Notaris.
Pasal 13
Cukup Jelas.
Pasal 14
Cukup Jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup Jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Ketentuan ini merupakan legalisasi terhadap akta di bawah tangan
yang dibuat sendiri oleh orang perseorangan atau oleh para pihak diatas kertas
yang bermeterai cukup dengan jalan pendaftaran dalam buku khusus yang
disediakan oleh Notaris.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Cukup Jelas.
Huruf d
Cukup Jelas.
Huruf e
Cukup Jelas.
Huruf f
Cukup Jelas.
Huruf g
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Pasal 16
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas.
Huruf b
Kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk
menjaga keotentikan suatu akta dengan menyimpan akta dalam bentuk aslinya,
sehingga apabila ada pemalsuan atau menyalahgunaan grosse, salinan, atau
kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan
aslinya.
Huruf e
Grosse akta yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan ini
adalah Grosse pertama, sedang berikutnya hanya dikeluarkan atas perintah
pengadilan.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “alasan untuk menolaknya” adalah
alasan yang mengakibatkan Notaris tidak berpihak, seperti adanya hubungan darah
atau semendak dengan Notaris sendiri atau dengan suami/istrinya, salah satu
pihak tidak mempunyai kemampuan bertindak untuk melakukan perbuatan, atau hal
lain yang tidak dibolehkan oleh undang-undang.
Huruf e
Kewajiaban untuk merahasiakan segala sesuatu yang
berhungungan dengan akta dan surat-surat lainnya adalah untuk melindungi
kepentingan sesama pihak yang terkait dengan akta tersebut.
Huruf f
Akta dan suarat yang dibuat notaris sebagai dokumen
resmi bersifat otentik memerlukan pengamanan baik terhadap akta itu sendiri
maupun terhadap isinya untuk mencegah penyalah gunaan secara tidak bertanggung
jawab.
Huruf g
Cukup Jelas.
Huruf j
Pencatatan dalam repertorium
dilakukan pada hari pengiriman, hal ini penting untuk membuktikan bahwa
kewajiban Notaris sebagaimana dimaksud dalam huruf f dan huruf g telah
dilaksanakan.
Huruf k
Cukup Jelas.
Huruf l
Bahwa Notaris harus hadir
secara fisik dan menadatangani akta dihadapan saya penghadap dan saksi.
Huruf m
Penerimaan magang calon
Notaris berarti mempersiapkan calon Notaris agar mampu menjadi Notaris yang
profesional.
Ayat (2)
Cukup Jelas.
Ayat (3)
Cukup Jelas.
Ayat (4)
Cukup Jelas.
Ayat (5)
Cukup Jelas.
Ayat (6)
Cukup Jelas.
Ayat (7)
Cukup Jelas.
Ayat (8)
Cukup Jelas.
Ayat (9)
Cukup Jelas.
Pasal 17
Larangan ini dimaksudkan untuk menjamin kepentingan
masyarakat yang memerlukan jasa Notaris.
Huruf a
Larangan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberi
kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan
tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan jabatannya.
Huruf b
Cukup Jelas.
Huruf c
Lihat Penjelasan pasal 3 huruf g.
Huruf d
Lihat Penjelasan pasal 3 huruf g.
Huruf e
Lihat Penjelasan pasal 3 huruf g.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Larangan menjadi “Notaris
Pengganti” berlaku untuk Notaris yang belum menjalankan jabatannya, Notaris
yang sedang menjalani cuti, dan Notaris yang dalam proses pindah wilayah
jabatannya.
Huruf i
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Ayat (1)
Dengan hanya mempunya satu
kantor, berarti Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau
bentuk lainnya.
Ayat (2)
Akta Notaris sedapat-dapatnya
dilangsungkan di kantor Notaris kecuali pembuatan akta-akta tertentu.
Pasal 20
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“perserikatan perdata” dalam ketentuan ini adalah kantor bersama Notaris.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 21
Formasi adalah kebutuhan akan pengisian jabatan
Notaris.
Pasal 22
Ketentuan mengenai Formasi
Jabatan Notaris berlaku baik untuk pengangkatan pertama kali maupun pindah
wilayah jabatan Notaris.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan”kabupaten atau. kota tertentu”
dalam ketentuan ini adalah kabupaten atau kota tempat Notaris melaksanakan
tugas jabatan Notaris pada saat pengajuan permohonan pindah wilayah jabatan
Notaris.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan”
rekomendasi “ dalam ketentuan ini hanya menyangkut kondite atas prestasi kerja
Notaris.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 24
Yang dimaksud dengan” keadaan tertentu” antara lain
karena bencana alam, keamanan, dan hal lainnya menurut pertimbangan
kemanusiaan.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Ayat (1)
“Pengambilan cuti setiap tahun” dalam ayat ini tidak
mengurangi hak Notaris untuk mengambil cuti lebih dari 1(satu)kali dalam 1
(satu)tahun.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Yang dimaksud dengan” keadaan mendesak” adalah apabila
seorang Notaris tidak mempuyai kesempatan mengajukan permohonan cuti karena
berhalangan sementara.
Pasal 29
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Dokumen yang mendukung Notaris
Pengganti adalah sebagai berikut :
1. fotokopi
ijazah paling rendah sarjana hukum yang disahkan oleh perguruan tinggi yang
bersangkutan ;
2. fotokopi kartu tanda penduduk yang disahkan
oleh Notaris;
3
fotokopi
akta kelahiran yang disahkan oleh Notaris;
4. fotokopi
akta perkawinan bagi yang sudah kawin yang disahkan oleh Notaris;
5. surat keterangan kelakuan baik dari kepolisian
setempat ;
6. surat
keterangan sehat dari dokter pemerintah;
7. pasfoto
terbaru berwarna ukuran 3x4 cm sebanyak 4 (empat) lembar ;dan
8. daftar
riwayat hidup.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Berdasarkan ketentuan ini, ”Pejabat Sementara Notaris“
bertanggung jawab sendiri atas semua hal yang dilakukannya dalam menjalankan
tugas dan jabatannya.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Akta yang mempunyai fungsi sosial, misalnya akta
pendirian yayasan, akta pendirian sekolah, akta tanah wakaf, akta pendirian
rumah ibadah, atau akta pendirian rumah sakit.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “kedudukan bertindak penghadap”
adalah dasar hukum bertindak.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “digaris” dalam ketentuan ini
adalah untuk menyatakan bahwa ruang atau sela kosong dalam akta tidak digunakan
lagi.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam ketentuan ini
adalah bahasa Indonesia yang tunduk pada kaidah bahasa Indonesia yang baku.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “penerjemah resmi“ adalah
penerjemah yang disumpah.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “pihak yang berkepentingan” adalah
penghadap atau pihak yang diwakili oleh penghadap.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Cukup jelas.
Pasal 58
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “15 (lima belas) hari “adalah
dihitung dari tanggal 1 sampai tanggal 15.
Ayat 2
Cukup jelas.
Pasal 62
Protokol Notaris terdiri atas :
a. minuta
akta ;
b. buku daftar akta repertorium;
c. buku
daftar akta dibawah tangan yang penandatanganannya dilakukan dihadapan Notaris
atau akta dibawah tangan yang didaftar;
d. buku
daftar nama penghadap atau klapper ;
e. buku
daftar protes ;
f. buku daftar wasiat ; dan
g. buku
daftar lain yang harus disimpan oleh Notaris berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 63
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan
“pengawasan” dalam ketentuan ini
termasuk pembinaan yang dilakukan oleh Menteri terhadap Notaris.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Unsur pemerintah ditentukan oleh Menteri.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan
“ahli/akademisi” dalam ketentuan ini adalah ahli/akademisi dibidang hukum.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “laporan
dari masyarakat” termasuk laporan dari Notaris lain.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
yang dimaksud dengan
“bersifat final” adalah mengikat dan tidak dapat diajukan banding kepada
Majelis Pengawas Pusat.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Saksi yang dikenakan kepada
Notaris berlaku juga bagi Notaris Pengganti, Notaris Pengganti khusus, dan
Pejabat Sementara Notaris.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup jelas.
TAMBAHAN
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4432